Rabu, 17 Maret 2010

PEDOMAN PENANGANAN KASUS TANAH

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH SULAWESI SELATAN
RESOR KOTA GOWA

NOTA DINAS
Nomor : ND - 22 / II / 2010/ Reskrim

K e p a d a : Kanit Sidik Sat Reskrim Polresta Gowa
D a r i : Kasat Reskrim Polresta Gowa
P e r i h a l : Pedoman Penanganan Kasus Tanah

1. Rujukan :

a. Staatsblad 1927 No. 179 tentang Pengenaan Landrente (Pajak Bumi) di Sulawesi.

b. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

c. Perpu No. 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi

d. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

e. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah

g. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara

h. Tingginya pengaduan masyarakat terkait hak atas tanah dan rendahnya tingkat penyelesaian kasus tanah yang ditangani Sat Reskrim Polresta Gowa.


2. Sehubungan dengan rujukan tersebut diatas, disampaikan kepada Ka mengenai riwayat peraturan pertanahan di Indonesia, yaitu:

a. Pengenaan Pajak Bumi (Landrente) di Sulawesi dimulai sejak tahun 1927 dengan terbitnya Staatsblad No. 179 (Stbl 1927:179), dimana ketentuan tersebut membagi tiga obyek pajak yaitu tanah Verpoding (Tanah Barat) dan tanah Gemeente (Tanah Adat) dan Non Gemeente (Tanah masyarakat biasa), sedangkan wajib pajaknya adalah para pemilik tanah, artinya: selain dari pemilik tanah, yaitu anggota masyarakat lain yang tidak memiliki tanah, tidak dapat membayar pajak atas tanah sehingga bukti pembayaran pajak atas tanah (rinci/girik) pada saat itu dianggap juga sebagai bukti kepemilikan.


b. Dengan terbitnya UUPA Tahun 1960 tanggal 23 September 1960, yang membagi tanah menjadi 2 (dua) golongan besar yaitu: Tanah Negara dan Tanah Milik, maka
secara otomatis menghapus keberadaan tanah Verponding (Tanah Barat), Tanah Gemeente (Tanah Adat) serta Tanah non Gemeente (Tanah non Barat maupun non adat), sehingga ketentuan pajak bumi (landrente) sebagaimana dimaksud dalam Staatsblad Tahun 1927 No. 179 tidak dapat diterapkan lagi karena ketidakberadaan obyek pajaknya (tanah Verponding, tanah Gemeente dan tanah non Gemeente). Yang pada akhirnya Stbl 1927:179 dihapus dengan TAP MPRS No. XXXVIII/MPRS/1968 tentang penghapusan semua peraturan Agraria di zaman Belanda.

c. Iuran Pembangunan Daerah (disingkat Ipeda), merupakan pajak bumi terhadap tanah berdasarkan Perpu No. 11 tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi dimana dalam Pasal 4 Perpu tersebut dinyatakan bahwa wajib pajak bumi adalah mereka yang memiliki hak kebendaan atas tanah. Sementara yang dimaksud dengan dengan “hak kebendaan” adalah hak kepemilikan, hak penggunaan, hak pengusahaan atau hak pemakaian atas tanah. Artinya
siapa pun yang menggunakan tanah dan mendapatkan manfaat atas tanah dapat dikenakan Pajak Bumi, walaupun yang bersangkutan adalah occupan illegal baik diatas tanah hak milik maupun diatas tanah negara, kepadanya tetap dikenakan/ dipungut pajak bumi. Sehingga dengan demikian Ipeda bukanlah sebuah bukti kepemilikan melainkan bukti penguasaan atas sebidang tanah dan tindakan penguasaan tersebut menimbulkan manfaat baginya sehingga kepadanya diberlakukan ketentuan Pajak Hasil (dipungut pajak), yang bukti pembayaran pajak tersebut disebut sebagai Ipeda (Tahun 1961 s.d 1985), Pajak PBB (Tahun 1985 hingga saat ini).

e. Adapun yang merupakan bukti kepemilikan adalah:

1) Sertifikat Hak Milik (Dasar hukum: Undang-Undang Pokok Agraria).

2) Rinci/Girik (Bukti Pembayaran Pajak atas tanah) yang terbit sebelum berlaku Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1961 (Dasar hukum: Stbl 1927: 179 dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997).


3) Surat Keputusan Gubernur tentang penetapan pemberian hak milik atas tanah yang terbit tahun 1972 s/d 1999 (
Dasar hukum:Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972).


4) Surat Keputusan Menteri Agraria tentang penetapan pemberian hak milik atas tanah yang terbit tahun 1945 s/d 1999 (
Dasar hukum: Undang-Undang Pokok Agraria).

5) Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang. (Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997)

6) Surat penunjukan tanah sebagai pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. (Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997)

7) Surat lain dengan nama apa pun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria, atau

8) Bukti kepemilikan lain sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

3. Terkait dengan butir 1 dan butir 2, dimohon kiranya Ka dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan maupun penyidikan tindak pidana di bidang pertanahan agar mempedomani ketentuan agraria sebagaimana tersebut diatas dengan tetap memperhatikan peraturan lain yang mempengaruhi konstruksi hukum penanganan perkara di bidang agraria.

4. Mengacu kepada STR Kapolri No. Pol. : STR/487/VII/2009 tanggal 7 Juli 2009 tentang Penyelesaian Tunggakan Perkara, dengan ini DIPERINTAHKAN kepada Ka, untuk menghentikan setiap tindakan penyelidikan/ penyidikan demi hukum terhadap perkara di bidang pertanahan yang pelapornya hanya memiliki surat Ipeda maupun Rincik/ Girik (bukti pembayaran pajak) yang terbit setelah tahun 1961.

5. Berdasarkan Pasal 572 KUHPerdata yang berbunyi bahwa “Setiap orang yang mengakui memiliki hak atas barang milik orang lain, harus membuktikan hak tersebut” dan adanya Larangan Dirjen Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan Girik/ Petuk D/ Kikitir/Keterangan Obyek Pajak atau sejenisnya (Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE- 15/PJ.6/1993 tanggal 3 Maret 1993), maka beban pembuktian kepemilikan atas tanah bukan ada pada penyidik melainkan ada pada pelapor yang dilakukan dengan cara
MEMPERLIHATKAN bukti kepemilikan yang sah sebagaimana tercantum dalam point no. 2 huruf d diatas atau vonis hakim perdata yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.

6. Penyidikan Lanjutan terhadap perkara yang dihentikan demi hukum sebagaimana dimaksud dalam point No. 4 tersebut diatas, hanya dapat dilakukan bila ditemukan bukti baru (novum), berupa:

a. Riwayat Pembayaran Pajak dari Kantor Pajak yang memuat daftar Wajib Pajak sebelum tahun 1961 atas tanah yang dipersengketakan (Surat Edaran Direktur PBB Nomor: SE- 39/PJ.6/1995 tanggal 7 Juli 1995, yang menyatakan Kantor Pelayanan Pajak dapat memberikan data atau keterangan kepada wajib pajak/developer) dengan menyertakan bukti hubungan hukum (Akta Jual Beli, Hibah, Waris, dll) antara Wajib Pajak yang terdata di Kantor Pajak sebelum tahun 1961 dengan Pelapor, atau

b. Keputusan Hakim Perdata yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap tentang status kepemilikan atas tanah.

7. Demikian untuk diperhatikan dan dilaksanakan.

Sungguminasa, Februari 2010
KASAT RESKRIM


WAHYU BRAM, S.H., S.IK
AJUN KOMISARIS POLISI NRP 81030747

Tembusan :
1. Kapolresta Gowa
2. Kanit P3D
 
© 2009 WAHYU BRAM BLOGSPOT. All Rights Reserved | Powered by Blogger
Design by psdvibe | Bloggerized By LawnyDesignz